Berwirausaha, Siapa Takut?

Kalau sudah lulus kuliah mau bekerja apa kita? Menjadi dokter yang mengabdi untuk masyarakat? Atau kita memilih bekerja sekalian menikmati hobi bertualang sebagai juru kamera stasiun televisi? Pada zaman ketika teknologi semakin canggih dan banjir informasi seperti sekarang, pilihan profesi kita menjadi amat beragam.
 
bila dahulu banyak mahasiswa ingin menjadi karyawan perusahaan besar, sepuluh tahun kemudian minat mahasiswa berubah. Simak hasil survei harian Kompas pada awal Oktober 2012.
 
Kompas melakukan survei di lima kota besar, yaitu Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, dan Makassar. Kepada para mahasiswa yang menjadi responden, kami menanyakan profesi apa yang mereka impikan setelah lulus kuliah. Ternyata banyak yang memilih berwirausaha dan berprofesi dalam industri kreatif/media.
 
Bidang yang termasuk profesi dalam industri kreatif pada survei ini, misalnya programmer, desainer grafis, fashion, presenter, serta jurnalis. Menariknya, yang ingin terjun dalam bidang tersebut, bukan hanya mahasiswa jurusan ilmu komunikasi atau desain grafis, tetapi juga dari fakultas ekonomi, hukum, sosial dan politik, sastra, teknik, hingga kedokteran.
 
Banyaknya wirausahawan muda yang sukses serta gencarnya usaha untuk memotivasi orang muda agar berani masuk dunia enterpreneurship membuat profesi ini semakin populer. Padahal profesi wirausaha penuh tantangan, menuntut kesungguhan, kreativitas, dan tahan banting alias tak patah semangat jika gagal.
 
Meski begitu, profesi dokter, pengacara, jaksa, polisi, tentara, dan guru, bahkan atlet, juga muncul sebagai pilihan para mahasiswa. Mengapa memilih profesi itu? Jawabannya, pertama, karena profesi itu dianggap menantang, terhormat, atau bergengsi. Kedua, ada niat melayani masyarakat melalui pekerjaan yang dilakukan, serta bisa memperoleh materi atau popularitas. Alasan lain, mereka tak ingin menjadi bawahan, atau harus meneruskan usaha keluarga.
 
Tetap idealis
 
Alasan itu pula yang ada di benak Eki Tirtana, mahasiswa jurusan Matematika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya, Jawa Timur. Ia mantap memilih profesi sebagai guru setelah lulus kuliah. Namun ia juga ingin mempunyai usaha, misalnya dengan membuka bimbingan belajar.
 
Kini ia mulai membuat jaringan dengan guru-guru di tempat ia magang mengajar. Ia juga sudah memberi les privat dan menjadi guru di sebuah lembaga bimbingan belajar di Mojokerto, Jawa Timur.
 
”Aku ingin jadi guru sebagai bentuk pengabdianku kepada bangsa,” kata pemuda itu menegaskan.
 
Keputusan itu dia ambil setelah mendapat pengalaman mengasyikkan saat diajar guru Matematika di bangku SMA. ”Guruku masih muda, tetapi enak banget mengajarnya. Beliau memakai alat peraga sehingga apa yang dijelaskan mudah dimengerti siswa. Matematika menjadi pelajaran menyenangkan. Itu membuat saya pengin seperti beliau,” tutur Eki, peraih nilai matematika hampir sempurna saat ujian nasional SMA dulu.
 
Angan-angan sama juga dikatakan Veronica, mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Trisakti Jakarta. Ia ingin menjadi dokter gigi agar lapangan pekerjaannya pasti. ”Orangtuaku pengin saya menjadi pengusaha. Setelah lulus nanti saya tak hanya ingin menjadi dokter gigi, saya juga ingin membuat klinik estetika gigi,” tuturnya.
 
Sementara Ayu Sri Darmastuti, mahasiswa jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Negeri Malang bersikukuh ingin mengabdi di bidang kehutanan. ”Hutan kita memiliki keanekaragaman hayati yang kaya. Aku ingin mempelajari, lalu ikut melestarikannya,” tuturnya.
 
Ia belum memastikan apakah akan bekerja sebagai peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia atau di Balai Konservasi Sumber Daya Alam.
 
”Saya belum terpikir mau berwirausaha atau enggak, yang jelas saya senang bekerja di lapangan,” lanjut Ayu.

Pelatihan
 
Nah, untuk mencapai profesi yang diinginkan, sebagian mahasiswa mengaku sudah merintis usaha selama kuliah. Itu menjadi pertanda mereka serius dengan keinginannya. Tak heran bila mereka sudah mengumpulkan informasi mengenai seluk beluk profesi yang bakal digeluti nantinya.
 
Mereka juga berupaya menambah kompetensi. Separuh responden menyatakan mengikuti kursus, pelatihan, dan seminar. Bahkan lebih dari sepertiga responden (38 persen) sudah mencicipi profesi tersebut, melalui magang kerja.
 
Satu lagi yang tidak bisa diabaikan untuk mewujudkan profesi impian adalah perlunya memiliki jaringan. Di dunia kerja, mempunyai jaringan luas dan hubungan baik akan sangat membantu pekerjaan kita.
 
Bayangkan jika staf pemasaran tak punya jaringan luas, bagaimana dia bisa memaksimalkan penjualan produknya? Wartawan, dokter, polisi, kontraktor, arsitek, dan profesi lain juga butuh dukungan jaringan kuat dalam pekerjaannya.
 
Terkait tentang networking, mayoritas responden survei diam-diam memiliki jaringan untuk membantu mereka meraih profesi impian. Sebagai catatan, jaringan yang mereka jalin sebagian besar mulai dari keluarga, teman, dosen, atau pelatih, hingga kekasih.
 
Sebagian besar responden bertekad mewujudkan profesi idamannya. Sembari berusaha, mereka akan bekerja dulu seadanya atau mengambil program pascasarjana. Hanya sedikit dari responden yang memiliki bayangan akan melupakan cita-citanya dan beralih pada profesi lain. (Kompas, 23 Okt 2012)