Tidak terasa masa mengenyam pendidikan di perguruan tinggi hampir selesai. Kalau diingat-ingat, perjalanan hidup kita selama bersekolah cukup panjang. Kita umumnya memulai dari tingkat taman kanak-kanak, lalu berlanjut menjadi siswa SD, SMP, dan SMA. Seakan waktu berlari, dan menjelang lulus kuliah, usia kita ”tiba-tiba” sudah lebih dari 20 tahun. Wow!
Namun, dalam rentang mengenyam pendidikan belasan tahun itu, apakah kita ”sempat” atau bahkan sudah mempunyai rencana akan melakukan apa setelah lulus setidaknya S-1?
Ehm, yang umum terjadi, mereka yang baru lulus S-1 akan memulai ”hidup baru” dengan melamar pekerjaan untuk menjadi pegawai negeri atau bekerja di perusahaan swasta. Akan tetapi, belakangan ini santer terdengar, lulusan S-1 mulai banyak yang berencana mengasah kemampuan dalam berwiraswasta.
Maklum, belakangan ini semakin sulit mendapatkan lowongan pekerjaan sesuai dengan latar belakang pendidikan kita. Bahkan, kesempatan kerja yang terbuka untuk bidang apa pun relatif semakin mengerucut. Kalau kondisinya seperti itu, apakah kita lalu menyerah? Padahal, kehidupan harus terus berjalan.
Ada atau tidak lowongan pekerjaan itu, pilihan Riffani Septiana (22) sudah jelas. Mahasiswa semester IX Fakultas Psikologi, Universitas Surabaya, ini mengaku, belum terpikir untuk berwiraswasta. Ia ingin bekerja sebagai pegawai terlebih dulu.
”Aku berencana kerja di bidang entertainment,” ujarnya.
Fani, panggilannya, berminat menekuni bidang hiburan karena sejak 2009 dia sudah bekerja sebagai penyiar di sebuah radio swasta di Surabaya. Dia juga telah menjadi pembawa acara di televisi lokal pada tahun yang sama.
”Sebenarnya semula aku cuma iseng, tapi lama-kelamaan (bekerja sebagai penyiar radio dan pembawa acara) jadi sreg,” katanya.
Padahal, sebelum menekuni dunia hiburan, Fani bercita-cita ingin bekerja sebagai karyawan. Sesuai dengan bidang yang dipelajarinya, ia ingin bekerja di bidang sumber daya manusia.
”Sekarang (minatku) berubah, tapi bukan berarti ilmuku enggak terpakai, malah sangat bermanfaat,” ucapnya.
Lalu, dengan bersemangat, Fani menceritakan pengalamannya sebagai penyiar. Karena memiliki program acara sendiri, dia dituntut untuk luwes dalam berinteraksi dengan pendengar.
”Aku mengerti ilmu psikologi, jadi lebih gampang dalam membawakan programnya,” katanya.
Perwira karier
Berbeda dengan mahasiswa Jurusan Sastra Jepang, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Airlangga, Surabaya, Lestari Ningsih (23). Lestari yang juga menjadi anggota mahasiswa pencinta alam Wanala itu punya obsesi menjadi perwira karier di lingkup TNI.
Ketertarikan Lestari menjadi perwira TNI bermula sejak dia masih siswa SMP. Keinginan itu semakin besar ketika baru-baru ini dia mengunjungi Pangkalan TNI AL di kawasan Tanjung Perak, Surabaya.
”Dengan latar belakang pendidikan saya, sepertinya cita-cita itu memungkinkan (terwujud). Jadi, saya memprioritaskan keinginan itu. Tetapi, kalau nanti gagal dalam tes, saya mau berwirausaha saja,” ujar Lestari bersungguh-sungguh.
Sementara itu, bagi Bakhtiar Rizki Akbar (22), menjadi wirausaha merupakan ”harga mutlak”. Mahasiswa semester VIII Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Bakrie, Jakarta, itu bertekad untuk berwirausaha setelah lulus kuliah.
”Kebetulan sejak awal kuliah, saya sudah merintis usaha bersama saudara,” ungkap Akbar, panggilannya.
Bersama saudara semata wayangnya, Wirawan Akbar (27) yang mempunyai hobi fotografi, mereka menawarkan jasa sebagai wedding organizer. Di sini Wirawan bertanggung jawab untuk urusan produksi, sedangkan Akbar bertugas menjadi manajer serta menangani strategi dan administrasi.
”Pembagiannya sudah pas, apalagi saya mengambil kuliah manajemen,” tutur Akbar yang pernah menjajal kerja paruh waktu di bidang pemasaran itu.
Meski terbiasa berwirausaha, dia terkadang dihinggapi rasa penasaran. Sebab, selama ini dia belum mempunyai pengalaman bekerja penuh sebagai pegawai.
”Sebenarnya saya cuma ingin tahu saja (pengalaman sebagai pegawai). Meski saya tahu, semua pilihan itu pasti ada kekurangan dan kelebihannya masing-masing,” ujarnya.
Keuntungan dalam berwirausaha antara lain bisa mengatur jadwal sendiri. Namun, keuntungan itu bisa berbalik menjadi kekurangan jika tidak diimbangi dengan perilaku disiplin.
”Jelas (menjadi wirausaha) beda banget sama pegawai. Sebagai pegawai bisa dikatakan semuanya sudah jelas, termasuk fasilitasnya,” katanya.
Dia lalu mencontohkan keuntungan menjadi pegawai, antara lain mendapatkan jaminan kesehatan. Karena berwirausaha, dia dan kakaknya harus bertanggung jawab kepada diri sendiri sehingga mereka mengikuti asuransi kesehatan dan jiwa.
Bagaimanapun, wirausaha tetap menjadi prioritasnya. Alasannya, berbeda dengan pegawai, saat berwirausaha, kita justru membuka lapangan kerja. Selain menjalankan usaha wedding organizer, sejak masih SMA dia juga memiliki usaha kecil-kecilan.
”Saya mempunyai tiga lapak di dekat rumah, dua untuk berjualan pulsa dan satu lagi untuk gorengan,” ujarnya.
Tak tergantung
Melihat fenomena belakangan ini, pemerhati pendidikan Arief Rachman menilai, mahasiswa yang baru lulus kuliah tidak lagi sepenuhnya tergantung pada ketersediaan lapangan kerja. Mereka mulai mencari cara untuk berwirausaha dan memosisikan diri untuk menyediakan lapangan pekerjaan.
Meski masih banyak yang belum berani berwirausaha, kecenderungan anak muda dalam mengembangkan kreativitas relatif meningkat.
”Katakanlah kalau menggunakan perbandingan, dulu, hampir 100 persen dari mereka bercita-cita menjadi pegawai. Tetapi, sekarang ada 15 persen di antaranya yang menyiapkan diri untuk membuat usaha sendiri,” ungkap Arief.
Menurut dia, kondisi seperti itu positif dan sehat karena berarti semakin banyak orang yang kreatif untuk membuka lapangan pekerjaan. Namun, dia juga mengingatkan mahasiswa yang baru lulus agar tidak terobsesi untuk langsung masuk jenjang karier.
Maksudnya, karena baru lulus, mereka sebaiknya mencari pengalaman lebih dulu, misalnya dengan memperkuat disiplin dalam kerja tim.
”Kalau bisa, kita harus bisa bersikap terbuka, jangan terlalu membatasi diri,” ujarnya.
Menurut dia, masa depan negara ini harus diperkuat oleh tulang punggung anak muda dengan semangat kewirausahaan. Di sini diperlukan kemampuan dan kreativitas mereka yang lebih terasah.
Sebaliknya, jika mahasiswa yang baru lulus kuliah langsung masuk dalam sistem, misalnya menjadi pegawai negeri sipil, otomatis mereka akan terjebak dalam rutinitas. Hal tersebut berpeluang membuat kreativitas mereka jalan di tempat.
”Setelah mencari pengalaman bekerja, mereka sebisa mungkin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, misalnya mengambil S-2 agar mampu mengembangkan ilmu di jalur pendidikan,” kata Arief.
Bagaimanapun, keputusan untuk menentukan langkah ada di tangan kita sendiri, apakah kita mau menjadi pegawai atau berwirausaha. Menjadi pegawai demi mendapatkan pengalaman sah-sah saja. Namun, merintis usaha juga bukan hal yang mustahil asal dilakukan dengan sungguh-sungguh. (Kompas, 6 Juli 2011)