Irwan Hidayat: Besarkan Jamu, Kembangkan Hotel


Nama Irwan Hidayat selama ini lebih populer dan akrab dengan produk jamu yang sudah merambah tak hanya di pelosok Indonesi namun sampai mancanegara. Namun sejak 2010, Irwan pun mulai merambah bisnis hotel. Sejak tahun 1951 berkiprah di bisnis jamu, Irwan Hidayat kini sudah memikirkan bisnis lainnya. Pilihannya pun jatuh kepada bisnis hotel. "Memang ini berada di luar bisnis utama kami jamu dan obat tradisional, tetapi tidak ada salahnya untuk mengembangkan bisnis hotel,” ujar Irwan beberapa waktu lalu usai peresmian.

Mulai dibangun awal 2010, hotel yang diberi nama Tentrem diperkirakan sudah bisa beroperasi pertengahan tahun ini. Irwan mengaku dirinya merogoh dana senilai Rp 200 miliar untuk hotel bintang lima tersebut. "Semoga kehadiran Hotel Tentrem nantinya akan memberikan arti bagi perkembangan industri pariwisata di Yogyakarta," ujarnya.

Sekedar diketahui, di Jogjakarta sendiri, saat ini terdapat 17 hotel terdiri dari bintang tiga dan bintang lima. Irwan pun sudah menyimpan rencana jangka panjang untuk bisnisnya kali ini. “Kalau hotel tersebut berkembang, kami akan melakukan pengembangan melalui jaringan waralaba, sehingga semakin berkembang,” ujar Irwan.

Hotel yang dibangun dengan sentuhan bangunan tradisional modern, berdiri di atas lahan seluas 13.000 meter persegi dan memiliki 276 kamar, berada di Jalan AM Sangaji yang merupakan salah satu jalan strategis di kota gudeg tersebut. Seperti mengulang sejarah, peletakan batu pertama pembangunan pabrik Sido Muncul di Ungaran Semarang pada 1988 juga dilakukan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X. Saat itu luas pabrik Sido Muncul 21 hektare. Kini pabrik Sido Muncul luasnya mencapai 58 hektar. “Kami juga berharap seperti itu,” ujar Irwan.

Irwan mengatakan, seperti halnya PT. Sido Muncul, hotel ini nantinya bakal dikelola bersama dengan kelima saudaranya. Irwan menjelaskan, logo Hotel Tentrem yang berbentuk bunga teratai berjumlah lima helai diikat dengan cincin emas mempunyai arti bahwa kami lima bersaudara (dirinya bersama adik-adik kandung) senantiasa akan selalu menjaga kerukunan, kebersamaan sampai kapan pun, termasuk semua keturunan. “Kami percaya hanya dengan kerukunan ‘tanah menjadi emas’, rezeki dan berkat Tuhan mengalir apabila kita menjaga kerukunan,” imbuhnya. Simbolisme itu juga amat terlihat pada peletakan batu pertama. Batu-batu diambil dari daerah yang berbeda yang masing-masing mempunyai makna. Batu pondasi pertama diambil dari Rowo Seneng dan batu penjuru diambil dari desa Gianti yang mempunyai makna bagi pembangunan ini adalah agar nantinya hotel ini memberikan kedamaian seperti saat perjanjian Gianti pada 1755 silam.

“Nama Hotel Tentrem bermakna agar semua hidup dalam ketenteraman hati, dengan harapan agar siapapun tamu yang datang atau menginap di hotel ini akan merasakan ketenangan atau ketentraman hati,” kata Irwan Hidayat. “Semoga kehadiran Hotel Tentrem nantinya akan memberikan arti bagi perkembangan industri pariwisata di Yogyakarta” tambah Irwan.

Pembelajar

Dari sisi pendidikan, Irwan barangkali termasuk yang tak patut ditiru. Ia hanya sampai tamat pendidikan formal hingga SMA. Namun justru di tangannya Sido Muncul yang tadinya hanya usaha jamu tradisional rumahan tumbuh menjadi usaha besar, modern dan dinamis. Satu hal yang bisa menjadi pelajaran dari Irwan Hidayat, ia tipe orang yang pembelajar dan selalu beradaptasi dengan perubahan.

Dalam hal kualitas jamu, Irwan benar-benar memberikan perhatian penuh. “Saya tanya pada orang-orang apakah suka minum jamu. Mereka bilang tidak. Kenapa? Katanya rasanya pahit, bau, dan tidak enak di mulut. Saya lalu tanya sama orangtua kenapa jamu pahit. Mengapa orang hanya minum jamu kalau lagi tak punya uang,” ujar Irwan. Ia pun mendapat beragam jawaban, seperti pahitnya memang disengaja, karena bahan-bahannya murah. “Selain itu, ketika memasaknya sering ditinggal sehingga gosong dan pahit. Dapurnya kotor, dan yang bekerja juga tak punya tradisi bersih,” katanya.

Maka Irwan mulai membenahi produk. Ia mulai memilih bahan-bahan yang berkualitas dan lebih bersih. Petugasnya harus bersih, pekarangannya bersih, dapurnya bersih, alatnya modern dan bersih. Ia menerapkan standar tinggi, di atas CPOTB (Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik), yaitu CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik). Ini adalah standar perusahaan farmasi.

Sejak itu produknya diterima pasar. Ia mengubah logo, kemasan, dan cara-cara komunikasi. Ia memakai bintang-bintang unggulan dalam beriklan seperti: Sopia Latjuba, Jeremy Thomas, Grup Band Dewa, Warna, Mayang Sari, Timbul, Inul Daratista, sampai atlet tenis Wenny Prakusha, budayawan Setiawan Djody bahkan almarhum juru kunci Merapi Mbah Maridjan. Tak hanya itu, Irwan banyak memanfaatkan keindahan alam sebuah daerah menjadi latar belakang iklan produk dengan bintang sejumlah olahragawan dan tokoh berlatar belakang budaya.

“Ide ini muncul karena beberapa waktu lalu Malaysia menggunakan sejumlah budaya kita sebagai bagian dari promosi pariwisatanya. Ini berarti semua budaya kita itu bagus dan dimanfaatkan negara lain. Mengapa kita sendiri tidak menggunakannya? Saya lantas berpikir mengapa tidak saya gunakan dan digabungkan dengan mengiklankan, mempromosikan produk saya,” ujarnya.

Tak hanya itu, ia juga melakukan inovasi produk. Dari semula beberapa produknya terbuat dari serbuk yang pahit, Irwan pun mengubahnya menjadi cair dengan rasa mentol yang terasa hangat di leher. Irwan mengatakan itu semua bagian dari ikhtiarnya. Namun ada hal lain yang menurutnya tak kalah penting bagaimana perusahaannya tetap bisa berkembang seperti sekarang.

Irwan mengatakan, ini bagian dari adik-adik dan dirinya yang bekerja mati-matian untuk maju. “Bagi saya, bekerja meneruskan usaha jamu ini merupakan pilihan tunggal. Setelah lulus SMU, di hadapan saya cuma usaha jamu yang diwariskan orangtua. Jadi, saya harus tekun di situ dan ketekunan ini yang antara lain membuat kami sukses,” ujar Irwan. “Tetapi, kalau sampai seperti kondisi hari ini antara lain juga karena faktor keberuntungan kami,” lanjutnya.

Irwan mengatakan, keuletan dan ketekunan merupakan ajaran kakek-nenek, ibu dan bapaknya untuk mencapai sukses. Tetapi, kalau soal kesuksesan itu, Irwan mengaku merupakan rahasia Sang Pencipta. “Karena kita tidak mengerti. Kadang ada yang mati-matian, tapi ya begitu-begitu saja, sementara ada yang tidur- tiduran tapi kaya raya. Ini menurut saya bagian dari rahasia Tuhan,” ujarnya.

Selain itu, menurut Irwan, kesuksesan ia raih karena ia tetap kompak dengan adik-adiknya. “Kalau perusahaan kami menjadi sukses seperti hari ini, sebetulnya karena kerjasama di antara kami, juga karyawan. Banyak teman juga menyumbangkan ide. Namun, saya bersyukur karena saya dan adik-adik bisa rukun dan maju bersama. Jarang bisa rukun saat maju. Ini mukjizat buat saya karena tidak semua keluarga bisa mengalami,” ujarnya. 

Sembilan Langkah Cara Irwan Hidayat Mengembangkan Bisnis

1. Pengembangan produk dilakukan sedekat mungkin dengan perubahan pelanggan. Artinya, Perusahaan harus tahu keluhan pelanggan-pelanggannya yang juga hidup dan punya masalah di Indonesia.
2. Mengendus pasar dengan intuisi yang dibangun karena berada sedekat mungkin dengan pelanggan. Contoh: mengunjungi warung-warung jamu secara rutin dan mengantar mereka pulang saat lebaran.
3. Membangun hubungan dengan hati, bukan semata-mata dengan akal.
4. Bukan semata-mata mencari uang. Perusahaan harus membangun masyarakat, bukan semata-mata menjadi binatang ekonomi.
5. Komunikasi ditujukan untuk membangun kepercayaan.
6. Bekerja dengan cepat. Baginya waktu memang tak bisa dibeli, tetapi kecepatan bisa diciptakan. Cepat dalam mengambil keputusan, meluncurkan produk, dan menariknya kembali bila diperlukan.
7. Mengaitkan jamu dengan pariwisata.
8. Membangun institusi. Dunia farmasi memerlukan pabrik obat, tukang obat, dan pengobat. Dalam dunia jamu, pengobat tidak ada sehingga harus diupayakan agar dokter mau menulis resep jamu dan sekolah kedokteran memperhitungkan jamu sebagai bagian dari pengobatan naturapati.
9. Terus-menerus memperbaiki mutu SDM yang bagus, jujur pintar, dan loyal dapat membantu mendeteksi peluang dan ancaman-ancaman. (Surabaya Post, 9 Juni 2011).